Sekelompok remaja berseragam sekolah duduk-duduk di ujung
jalan. Bersenda gurau dan asyik berbagi cerita, sesekali mengisap sebatang
rokok yang terjepit di jari tangan kanannya. Lelap mereka dalam perbincangan
seru seraya mengepulkan asap rokok.
Ini bukan
lagi pemandangan yang jarang terlihat, bahkan pemandangan itu sudah dianggap
biasa oleh sebagian besar penduduk Jakarta. Pahit dan menyedihkan, asap rokok
itu sudah merasuk ke paru-paru kalangan remaja Indonesia.
Kenyataannya,
berdasarkan survei yang dilakukan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia
tahun 2006 yang dilakukan terhadap remaja berusia 13-15 tahun, sebanyak 24,5
persen remaja laki-laki dan 2,3 persen remaja perempuan merupakan perokok, 3,2
persen di antaranya sudah kecanduan. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan, 3 dari
10 pelajar mencoba merokok sejak mereka di bawah usia 10 tahun.
Apa yang
salah dengan anak-anak dan remaja Indonesia? Mereka memang menjadi sasaran
empuk bagi industri rokok. Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
Widyastuti Soerojo pada lokakarya “Understanding Tobacco Industry Through Their
Own Top Secret Documents”, Selasa (6/11) di Jakarta, mengatakan, industri rokok
memanfaatkan karakteristik remaja, ketidaktahuan konsumen, dan ketidakberdayaan
mereka yang sudah kecanduan merokok.
Mengutip dokumen “Perokok Remaja: Strategi dan Peluang”, RJ Reynolds Tobacco Company Memo Internal, 29 Februari 1984, yang dipresentasikan anggota Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dina Kania, dikatakan, perokok remaja telah menjadi faktor penting dalam perkembangan setiap industri rokok dalam 50 tahun terakhir karena mereka adalah satu-satunya sumber perokok pengganti. Jika para remaja tidak merokok, industri akan bangkrut sebagaimana sebuah masyarakat yang tidak melahirkan generasi penerus akan punah.
Mengutip dokumen “Perokok Remaja: Strategi dan Peluang”, RJ Reynolds Tobacco Company Memo Internal, 29 Februari 1984, yang dipresentasikan anggota Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dina Kania, dikatakan, perokok remaja telah menjadi faktor penting dalam perkembangan setiap industri rokok dalam 50 tahun terakhir karena mereka adalah satu-satunya sumber perokok pengganti. Jika para remaja tidak merokok, industri akan bangkrut sebagaimana sebuah masyarakat yang tidak melahirkan generasi penerus akan punah.
Kebebasan dan berontak
Karakteristik remaja yang erat dengan keinginan adanya kebebasan, independensi, dan berontak dari norma-norma dimanfaatkan para pelaku industri rokok dengan memunculkan slogan-slogan promosi yang mudah tertangkap mata dan telinga serta menantang.
Karakteristik remaja yang erat dengan keinginan adanya kebebasan, independensi, dan berontak dari norma-norma dimanfaatkan para pelaku industri rokok dengan memunculkan slogan-slogan promosi yang mudah tertangkap mata dan telinga serta menantang.
Menurut
riset yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2006, sebanyak 9.230
iklan terdapat di televisi, 1.780 iklan di media cetak, dan 3.239 iklan di
media luar ruang, seperti umbul-umbul, papan reklame, dan baliho.
Dengan
gencarnya iklan yang dilakukan oleh industri rokok, berdasarkan GYTS Indonesia
tahun 2006, sebanyak 92,9 persen anak-anak terekspos dengan iklan yang berada
di papan reklame dan 82,8 persen terekspos iklan yang berada di majalah dan
koran.
Slogan-slogan
ini tidak hanya gencar dipublikasikan melalui berbagai iklan di media
elektronik, cetak, dan luar ruang, tetapi industri rokok pada saat ini sudah
masuk pada tahap pemberi sponsor setiap event anak muda, seperti konser musik
dan olahraga.
Hampir
setiap konser musik dan event olahraga di Indonesia disponsori oleh industri
rokok. Dalam event tersebut mereka bahkan membagikan rokok gratis atau mudah
mendapatkannya dengan menukarkan potongan tiket masuk acara tersebut.
Kedekatan
remaja dengan rokok tidak hanya dikarenakan gencarnya iklan rokok di media,
tetapi mulai dari lingkungan terkecilnya (keluarga). “Tahun 2004 hampir tiga
perempat dari rumah tangga di Indonesia memiliki anggaran belanja rokok,
artinya minimal ada satu perokok di dalam rumah,” ujar Widyastuti. Ia
menambahkan, setidaknya 64 persen remaja berusia 13-15 tahun terpapar asap
rokok di dalam rumah.
Bahaya merokok
Jumlah
konsumsi rokok di Indonesia, menurut the Tobacco Atlas 2002, menempati posisi
kelima tertinggi di dunia, yaitu sebesar 215 miliar batang. Mengikuti China
sebanyak 1,634 triliun batang, Amerika Serikat sebanyak 451 miliar batang,
Jepang sebanyak 328 miliar batang, dan Rusia sebanyak 258 miliar batang.
Tidak
seharusnya kita bangga dengan “prestasi” yang kita miliki karena di balik itu
serentetan penyakit yang berujung kematian menghantui. Dalam satu kandungan
sebatang rokok setidaknya terdapat 4.000 zat kimia dan 43 zat karsinogenik,
dengan 40 persennya beracun seperti hidrokarbon, karbon monoksida, logam berat,
tar, dan nikotin yang berefek candu.
Setiap
tahunnya angka kematian di dunia mencapai lima juta orang diakibatkan berbagai
penyakit yang disebabkan rokok, seperti kanker paru-paru dan penyakit jantung.
“Berdasarkan
survei WHO, kematian pada 2030 mencapai 10 juta orang,” ujar Direktur
Pengendalian Penyakit Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama.
Di
Indonesia, menurut Demografi Universitas Indonesia, sebanyak 427.948 orang meninggal
di Indonesia rata-rata per tahunnya akibat berbagai penyakit yang disebabkan
rokok.
Pencegahan
Adanya
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan dipandang tidak cukup efektif baik dalam mencegah maupun menanggulangi
bahaya merokok. Alasannya, dalam undang-undang itu tidak ada ketentuan bagi
industri rokok untuk membatasi kadar nikotin dan tar dalam rokoknya.
Padahal,
pembatasan itu sempat dilakukan di Peraturan Pemerintah No 81/1999 tentang
Pengamanan Rokok bagi Kesehatan yang direvisi atas desakan petani tembakau dan
industri rokok.
“Satu-satunya
alat yang efektif adalah undang-undang. Mengapa bisa efektif karena minimal ini
bisa menjawab alasan industri yang mempertanyakan undang-undang yang
mengaturnya. Jadi, undang-undang sangat penting,” ujar Widyastuti.
Ia
mencontohkan, salah satu produsen rokok yang dimintanya untuk melampirkan
peringatan kesehatan dengan menggunakan gambar (visual), seperti di Thailand,
menolak dengan alasan tidak ada undang-undang yang mengaturnya.
“Pengendalian
dampak tembakau tidak berarti akan menurunkan pendapatan negara, justru sangat
diharapkan agar pemerintah menaikkan harga dan cukai setinggi-tingginya untuk
meningkatkan pendapatan negara. Kebijakan ini sekaligus dapat menurunkan
konsumsi rokok walaupun tidak serta merta karena rokok adalah adiktif, minimal
mencegah semakin banyak jatuhnya korban perokok remaja,” ujar Widyastuti
merujuk pada harga jual rokok di Indonesia yang hanya Rp 9.000 jauh lebih
rendah dibandingkan dengan di Singapura seharga 11 dollar Singapura (Rp
66.000).
Berbeda
dengan Widyastuti, pakar sosiologi Imam Prasodjo yang bertindak sebagai
moderator di lokakarya itu justru mengedepankan pentingnya pendekatan melalui
keluarga. “Mungkin ibu-ibu yang bisa menjadi solusinya karena mereka pasti
ingin melindungi anak-anaknya dari bahaya rokok, bisa dilakukan pendekatan
dengan memberi tahu bahayanya,” ujarnya.
Disadari
atau tidak, remaja di Indonesia sudah tereksploitasi oleh industri rokok,
menjadi pangsa pasar terempuk untuk menggantikan banyak kematian pelanggan
setia mereka. Siapa lagi yang bisa mencegah kalau bukan kita.
Sekelompok remaja berseragam sekolah duduk-duduk di ujung
jalan. Bersenda gurau dan asyik berbagi cerita, sesekali mengisap sebatang
rokok yang terjepit di jari tangan kanannya. Lelap mereka dalam perbincangan
seru seraya mengepulkan asap rokok.
Ini bukan
lagi pemandangan yang jarang terlihat, bahkan pemandangan itu sudah dianggap
biasa oleh sebagian besar penduduk Jakarta. Pahit dan menyedihkan, asap rokok
itu sudah merasuk ke paru-paru kalangan remaja Indonesia.
Kenyataannya,
berdasarkan survei yang dilakukan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia
tahun 2006 yang dilakukan terhadap remaja berusia 13-15 tahun, sebanyak 24,5
persen remaja laki-laki dan 2,3 persen remaja perempuan merupakan perokok, 3,2
persen di antaranya sudah kecanduan. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan, 3 dari
10 pelajar mencoba merokok sejak mereka di bawah usia 10 tahun.
Apa yang
salah dengan anak-anak dan remaja Indonesia? Mereka memang menjadi sasaran
empuk bagi industri rokok. Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
Widyastuti Soerojo pada lokakarya “Understanding Tobacco Industry Through Their
Own Top Secret Documents”, Selasa (6/11) di Jakarta, mengatakan, industri rokok
memanfaatkan karakteristik remaja, ketidaktahuan konsumen, dan ketidakberdayaan
mereka yang sudah kecanduan merokok.
Mengutip dokumen “Perokok Remaja: Strategi dan Peluang”, RJ Reynolds Tobacco Company Memo Internal, 29 Februari 1984, yang dipresentasikan anggota Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dina Kania, dikatakan, perokok remaja telah menjadi faktor penting dalam perkembangan setiap industri rokok dalam 50 tahun terakhir karena mereka adalah satu-satunya sumber perokok pengganti. Jika para remaja tidak merokok, industri akan bangkrut sebagaimana sebuah masyarakat yang tidak melahirkan generasi penerus akan punah.
Mengutip dokumen “Perokok Remaja: Strategi dan Peluang”, RJ Reynolds Tobacco Company Memo Internal, 29 Februari 1984, yang dipresentasikan anggota Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dina Kania, dikatakan, perokok remaja telah menjadi faktor penting dalam perkembangan setiap industri rokok dalam 50 tahun terakhir karena mereka adalah satu-satunya sumber perokok pengganti. Jika para remaja tidak merokok, industri akan bangkrut sebagaimana sebuah masyarakat yang tidak melahirkan generasi penerus akan punah.
Kebebasan dan berontak
Karakteristik remaja yang erat dengan keinginan adanya kebebasan, independensi, dan berontak dari norma-norma dimanfaatkan para pelaku industri rokok dengan memunculkan slogan-slogan promosi yang mudah tertangkap mata dan telinga serta menantang.
Karakteristik remaja yang erat dengan keinginan adanya kebebasan, independensi, dan berontak dari norma-norma dimanfaatkan para pelaku industri rokok dengan memunculkan slogan-slogan promosi yang mudah tertangkap mata dan telinga serta menantang.
Menurut
riset yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2006, sebanyak 9.230
iklan terdapat di televisi, 1.780 iklan di media cetak, dan 3.239 iklan di
media luar ruang, seperti umbul-umbul, papan reklame, dan baliho.
Dengan
gencarnya iklan yang dilakukan oleh industri rokok, berdasarkan GYTS Indonesia
tahun 2006, sebanyak 92,9 persen anak-anak terekspos dengan iklan yang berada
di papan reklame dan 82,8 persen terekspos iklan yang berada di majalah dan
koran.
Slogan-slogan
ini tidak hanya gencar dipublikasikan melalui berbagai iklan di media
elektronik, cetak, dan luar ruang, tetapi industri rokok pada saat ini sudah
masuk pada tahap pemberi sponsor setiap event anak muda, seperti konser musik
dan olahraga.
Hampir
setiap konser musik dan event olahraga di Indonesia disponsori oleh industri
rokok. Dalam event tersebut mereka bahkan membagikan rokok gratis atau mudah
mendapatkannya dengan menukarkan potongan tiket masuk acara tersebut.
Kedekatan
remaja dengan rokok tidak hanya dikarenakan gencarnya iklan rokok di media,
tetapi mulai dari lingkungan terkecilnya (keluarga). “Tahun 2004 hampir tiga
perempat dari rumah tangga di Indonesia memiliki anggaran belanja rokok,
artinya minimal ada satu perokok di dalam rumah,” ujar Widyastuti. Ia
menambahkan, setidaknya 64 persen remaja berusia 13-15 tahun terpapar asap
rokok di dalam rumah.
Bahaya merokok
Jumlah
konsumsi rokok di Indonesia, menurut the Tobacco Atlas 2002, menempati posisi
kelima tertinggi di dunia, yaitu sebesar 215 miliar batang. Mengikuti China
sebanyak 1,634 triliun batang, Amerika Serikat sebanyak 451 miliar batang,
Jepang sebanyak 328 miliar batang, dan Rusia sebanyak 258 miliar batang.
Tidak
seharusnya kita bangga dengan “prestasi” yang kita miliki karena di balik itu
serentetan penyakit yang berujung kematian menghantui. Dalam satu kandungan
sebatang rokok setidaknya terdapat 4.000 zat kimia dan 43 zat karsinogenik,
dengan 40 persennya beracun seperti hidrokarbon, karbon monoksida, logam berat,
tar, dan nikotin yang berefek candu.
Setiap
tahunnya angka kematian di dunia mencapai lima juta orang diakibatkan berbagai
penyakit yang disebabkan rokok, seperti kanker paru-paru dan penyakit jantung.
“Berdasarkan
survei WHO, kematian pada 2030 mencapai 10 juta orang,” ujar Direktur
Pengendalian Penyakit Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama.
Di
Indonesia, menurut Demografi Universitas Indonesia, sebanyak 427.948 orang meninggal
di Indonesia rata-rata per tahunnya akibat berbagai penyakit yang disebabkan
rokok.
Menangkan Jutaan Rupiah dan Dapatkan Jackpot Hingga Puluhan Juta Dengan Bermain di www(.)SmsQQ(.)com
BalasHapusKelebihan dari Agen Judi Online SmsQQ :
-Situs Aman dan Terpercaya.
- Minimal Deposit Hanya Rp.10.000
- Proses Setor Dana & Tarik Dana Akan Diproses Dengan Cepat (Jika Tidak Ada Gangguan).
- Bonus Turnover 0.3%-0.5% (Disetiap Harinya)
- Bonus Refferal 20% (Seumur Hidup)
-Pelayanan Ramah dan Sopan.Customer Service Online 24 Jam.
- 4 Bank Lokal Tersedia : BCA-MANDIRI-BNI-BRI
8 Permainan Dalam 1 ID :
Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar66
Info Lebih Lanjut Hubungi Kami di :
BBM: 2AD05265
WA: +855968010699
Skype: smsqqcom@gmail.com